PEKANBARU-Kisruh pemberhentian 4.000 lebih tenaga honorer di Kabupaten
Kepulauan Meranti, mulai mendapat kritikan dari tokoh masyarakat. Salah satunya
toko pemuda Melayu Riau, Wan Husnul Mubarak.
Ia menyayangkan keputusan Bupati Meranti M Adil, yang
memberhentikan anak-anak Meranti, dan memasukkan tenaga ahli pembantu Bupati,
yang dibiayai dari APBD mencapai 11 orang, dengan gaji yang bisa untuk membayar
gaji honorer yang digantikan.
Selain itu Wan Husnul juga menyorot kebijakan Bupati M Adil yang
mengambil tenaga honorer khusus untuk Sarjana (S1) dan membuang tenaga honorer
yang tamatan SMA. Padahal anak-anak Meranti yang hanya tamat SMA tersebut
berharap bisa membantu keluarga dari gaji honor yang tidak sampai Rp1,5 juta
itu.
“Sangat disayangkan kebijakan Bupati yang memberhentikan honorer
di Kabupaten Meranti. Kita mengetahui hampir 4.000 lebih honorer yang bekerja
di Pemda Meranti hanya mengandalkan gaji tak sampai Rp1 juta. Justru di awal
tahun mereka semua diberhentikan. Alasan pemda akan di evaluasi dan diseleksi,”
kata Wan Husnul.
“Banyak kecurigaan masyarakat dengan kebijakan Bupati tersebut
akan merekrut honorer yang baru. Semoga itu tidak terjadi. Kita tahu bahwa
tingkat pendidikan para honorer rata-rata tamat SMA. Seharusnya yang prioritas
dipertahankan honorer tamat SMA bukan yang tamat S1, maupun S2,” tambahnya.
Dijelaskan anak dari tokoh Meranti yang juga mantan Gubernur
Riau, Wan Abubakar ini, para tamatan S1 seharusnya bisa mencari pendapatan
sesuai dengan keahliannya. Karena para sarjana tersebut memiliki pengalaman
bekerja, dan bisa mencari di luar. Kalaupun ingin di Meranti bisa berusaha
dengan keahlian selama menempuh pendidikan.
“Karena honorer yang tamat S1, pemda harus mendukung mereka ini
untuk bekerja di luar dan mencari pengalaman. Karena mereka sudah punya modal
pendidikan, tentu bisa bersaing di luar. Tapi kalau honorer yang tamat SMA mau
kerja apa mereka? Di luar sangat susah untuk mencari kerja, karena persaingan
sangat ketat,” tegasnya.
“Seharusnya bupati menyadari bahwa anak honorer yang bekerja
kemarin merupakan sebagian anak cucu, cicit para pejuang Meranti. Bupati harus
menghargai dan menghormati itu. Kalau tidak ada pejuang yang memperjuangkan
kabupaten, Aidil tidak akan menjadi Bupati. Oleh karena itu, cobalah buka pintu
hati Aidil untuk menerima dan memprioritaskan anak yang tamat SMA untuk menjadi
tenaga honorer,” tegasnya lagi.
Sementara di saat adanya pengurangan tenaga honorer, Bupati
Aidil malah mengangkat tenaga ahli pembantu Bupati, yang gajinya mencapai Rp7
juta lebih perbulan. Belum lagi honor-honor kegiatan yang dijalankan oleh
tenaga ahli. Ini menandakan Bupati Aidil tidak mempunyai kapasitas dalam
membangun Meranti, kalau hanya mengandalkan tenaga ahli dari luar.
“Kasian para honorer yang bekerja sudah tahunan, mereka itu tidak
mencari kaya, tapi untuk bekerja yang bisa membiayai kebutuhan keluarga. Ini
sekarang yang menyakitkan bagi masyarakat Meranti, Bupati malah mengangkat
tenaga ahli Bupati, gajinya bahkan jauh lebih besar dari honorer yang
diberhentikan,” tutup Wan Husnul.
0 Komentar