JAKARTA- Ketua Panitia Kerja (Panja) Mafia Tanah Komisi II DPR RI
Junimart Girsang menyoroti 122 kasus konflik pertanahan yang ditolak oleh
Kementerian Agraria Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) di tahun
2021.
Dengan alasan kasus tersebut bukan kewenangannya, melainkan
kewenangan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pasalnya 122
kasus itu, meliputi konflik sengketa kepemilikan tanah antara masyarakat dengan
kawasan hutan.
"Kementerian ATR BPN harus menunjukan bahwa kita punya hak,
jadi jangan dilempar ke KLHK. Laporan-laporan begini yang banyak kami terima di
DPR ini, tanah sudah dimiliki masyarakat dan sudah bersertifikat tiba-tiba jadi
kawasan hutan. Kok bisa surat dari KLHK meniadakan sertifikat tanah yang
merupakan dokumen negara," ujar Junimart dalam rapat kerja bersama Menteri
ATR BPN Sofyan Djalil, Selasa (18/1/2022).
Menurut Junimart, tidak ada alasan bagi ATR BPN untuk menolak
kasus konflik pertanahan tersebut. Sekalipun BPN hanya memiliki kewenangan
sebesar 33 persen dari seluruh tanah di Indonesia dan KLHK memiliki kewenangan
seluas 67 persen.
"Tentang konflik yang Pak Menteri sebutkan, konflik
pertanahan kewenangan ATR dan kewenangan KLHK, saya tidak setuju dengan istilah
Pak Menteri. Kalau alasannya karena mereka (KLHK) punya kewenangan 67 persen,
lama-lama habis tanah kita," tegas Junimart.
Menyikapi, hal tersebut Junimart menyatakan, pihaknya akan
segera melakukan rapat gabungan yang menghadirkan Menteri LHK dan Menteri ATR
BPN guna melakukan pembahasan dan penyelesaian terkait banyaknya konflik
pertanahan yang melibatkan masyarakat dengan KLHK.
"Atas masalah ini kami akan mengundang Kementerian ATR BPN
dan KLHK dalam rapat gabungan, ini harus clear, hak rakyat adalah hukum
tertinggi. Jadi tidak ada lagi pemukiman masyarakat yang sudah dihuni puluhan
tahun secara turun temurun tiba-tiba bisa diklaim menjadi kawasan hutan,"
pukasnya.
Sebelumnya dalam rapat kerja itu, Menteri ATR BPN Sofyan Djalil
memaparkan sepanjang tahun 2021, pihaknya telah menangani sebanyak 751 kasus
konflik pertanahan.
"Sebanyak 319 kasus diantaranya ditindaklanjuti, sedangkan
310 belum bisa ditindaklanjuti dan 122 kasus terpaksa tidak dapat
ditindaklanjuti atau ditolak karena bukan kewenangan ATR BPN melainkan
kewenangan dari KLHK. Sedangkan dari 319 kasus yang ditindaklanjuti ditemukan
diantaranya sebanyak 63 kasus mafia tanah," ujar Sofyan Djalil saat
memberikan pemaparannya.
Atas kesepakatan bersama rapat dengar pendapat antara Komisi II
DPR bersama Kementerian ATR BPN itu, diagendakan kembali dilanjutkan pada 14
Februari 2022 mendatang. Guna pendalaman atas pemaparan Menteri ATR BPN
menyangkut penanganan masalah pertanahan dan tentang Bank Tanah.**
0 Komentar