PEKANBARU - Kepolisian Daerah Riau tegas membantah tudingan
kriminalisasi terhadap tersangka pengrusakan disertai pengancaman dan
pengusiran perumahan karyawan PT Langgam Harmoni, Anthony Hamzah, seperti yang
dilontarkan Setara Institute.
Kepala Bidang Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto dalam
keterangannya di Pekanbaru, Rabu (12/1/2022) juga membantah tudingan lainnya
bahwa perkara yang menjerat oknum dosen Universitas Riau tersebut terkait
dengan sengketa lahan.
"Perlu saya tegaskan bahwa perkara yang disangkakan
terhadap AH (Anthony Hamzah) adalah tentang tindak pidana pengrusakan disertai
ancaman dan pengusiran yang terjadi di Perumahan Karyawan PT Langgam Harmoni,
Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu pada Kamis 15 November 2020 lalu. Jadi
jelas bukan perkara sengketa lahan," ujar Sunarto.
Perkara yang menjerat oknum dosen Pascasarjana Fakultas
Pertanian tersebut, lanjut dia, murni pidana pengrusakan, pengancaman, dan
pemerasan sehingga pasal yang diterapkan terhadap Anthony adalah 170 KUHP, 335
KUHP, dan 368 KUHP junto Pasal 55 dan atau 56 KUHP.
Dalam penanganan perkara tersebut, ia mengatakan penyidik telah
menetapkan dua tersangka lainnya, Marvel dan Hendra Sakti. Kedua tersangka yang
berperan sebagai koordinator lapangan dan pengarah massa telah divonis bersalah
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bangkinang. Marvel dihukum 1 tahun 8 bulan dan
Hendra Sakti dihukum 2 tahun 2 bulan penjara.
Berdasarkan fakta persidangan, perwira menengah polisi tersebut
mengatakan bahwa kejahatan itu bermuara pada Anthony Hamzah. Dua terpidana
sebelumnya menyatakan bahwa mantan ketua Koperasi Sawit Makmur periode
2016-2021 itu adalah otak aksi penyerangan yang melibatkan 300 preman untuk
melakukan pengusiran dan pengancaman terhadap karyawan.
"Dan berdasarkan fakta persidangan diketahui bahwa yang
menjadi otak atas kejadian tersebut (Pasal 170 KUHP) adalah saudara AH (Ketua
Kopsa-M)," paparnya.
Untuk itu, Sunarto dengan tegas membantah bahwa tidak ada
kriminalisasi dalam penanganan perkara tersebut. Penetapan tersangka Anthony
Hamzah, kata dia, murni karena yang bersangkutan diketahui sebagai pihak yang
menyuruh dan membiayai kelompok massa sebanyak 300 orang untuk mendatangi
perumahan karyawan PT Langgam Harmoni.
Bahkan, sebelum dibawa dan ditangkap, penyidik telah melakukan
dua kali pemanggilan terhadap Anthony Hamzah usai ditetapkan sebagai tersangka.
Namun, tersangka tidak pernah memenuhi panggilan tersebut hingga diterbitkan
surat daftar pencarian orang.
Terkait status perlindungan Anthony pada lembaga perlindungan
saksi dan korban (LPSK), Sunarto mengatakan bahwa LPSK dapat memberikan
perlindungan kepada pelaku kejahatan yang bermaksud bekerjasama dengan penegak
hukum untuk mengungkap kejahatan.
Ia menjelaskan pelaku kejahatan yang demikian disebut dengan
saksi pelaku. Undang-undang menegaskan saksi pelaku adalah tersangka, terdakwa,
atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu
tindak pidana dalam kasus yang sama atau vide Pasal 1 angka 2 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang perlindungan saksi dan
korban.
"Namun faktanya dalam penanganan perkara ini tersangka AH
bukanlah tersangka yang kooperatif karena telah 2 kali tidak memenuhi panggilan
penyidik sehingga jelas secara hukum tindakan Penyidik Sat Reskrim Polres
Kampar yang melakukan upaya paksa membawa, menangkap dan menahan tersangka AH
adalah tindakan yang sah," jelas dia.
Lebih jauh, Sunarto menegaskan bahwa perkara yang ditangani
Satreskrim Polres Kampar tersebut adalah antara Karyawan PT Langgam Harmoni
dengan Anthony Hamzah. "Tidak ada hubungannya dengan PTPN V, juga tak ada
kaitannya dengan petani yang tergabung dalam Kopsa-M," tegas dia.
Sunarto juga mengimbau semua pihak harus menghormati proses
hukum yang berjalan dan tidak mempolitisir situasi dengan menyampaikan narasi
yang tidak sesuai fakta. Dirinya berharap tidak ada lagi statement atau narasi
yang muncul dengan mengalihkan permasalahan untuk kepentingan seseorang atau
pihak tertentu.
Untuk diketahui, aksi keji yang dilakukan Anthony Hamzah dan
kroninya berlangsung pada Oktober 2020 silam. Dalam aksi yang dilakukan pada
malam hari tersebut, para pelaku melakukan pengrusakan dan penjarahan puluhan
rumah yang dihuni sekitar 200 karyawan dan buruh.
Dalam aksinya, mereka terlebih dahulu memutuskan aliran listrik
ke perumahan karyawan tersebut. Di saat suasana gelap gulita, mereka mendobrak
paksa satu persatu rumah yang saling berdempetan dan memaksa para karyawan
keluar dari desa.
Aksi yang juga menimpa anak-anak serta istri para karyawan
tersebut membekas erat hingga menyebabkan trauma berat. Tak sedikit para
karyawan perkebunan sawit itu memilih pulang kampung pasca penyerangan brutal
tersebut.
0 Komentar