Pekan Depan Pansus Konflik Lahan Panggil 19 Perusahaan Terlapor

 


 

PEKANBARU - Pansus Konflik Lahan DPRD Riau, hari ini, Kamis (13/1/2022) menuntaskan 19 laporan masyarakat terkait konflik lahan antara perusahaan dengan masyarakat.

Hari ini, Pansus memanggil pelapor dari Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Indragiri Hulu (Inhu), Siak, Rokan Hilir (Rohil) dan Pelalawan.

Ketua Pansus Konflik Lahan Marwan Yohanis mengatakan, sebenarnya ada 39 laporan yang masuk ke DPRD Provinsi Riau, namun sesuai dengan fokus Pansus yakni konflik lahan perusahaan dengan masyarakat akhirnya diputuskan 19 laporan yang ditindaklanjuti.

"Hari ini kita tuntaskan 19 pelapor, sudah kita analisa, minta keterangan dan semuanya, jadi hari ini kita sampai pada penetapan jadwal. Kita akan memanggil pihak terlapor, dalam hal ini perusahaan, ada sebanyak 19 perusahaan. Kemudian pemerintah dengan dinas terkait. Apakah itu Pemprov sekaligus dan Pemkab sebagai objek tempat konflik terjadi," kata Marwan.

Pemanggilan kata Marwan akan dimulai pada Senin (17/1/2022) pekan depan. Dimulai dengan memanggil perusahaan di Kuansing, yakni Duta Palma Nusantara, dan Wanasari.

Hari Selasa akan dilanjutkan pada perusahaan lainnya yang terletak di lima daerah yang berkonflik tersebut.

"Pemanggilan ini akan kita jadwalkan sampai tanggal 26 Februari. Dalam pertemuan tersebut kita akan minta pemerintah dan perusahaan untuk mencari solusi. Akan dilakukan per kabupaten," cakapnya lagi.

Disinggung mengena apa saja tuntutan masyarakat terkait konflik lahan tersebut, politisi Gerindra ini mengatakan, ada beberapa hal penting. Antara lain, jika tanah tersebut menyangkut ulayat maka masyarakat meminta untuk bisa dikembalikan jadi tanah ulayat.

Kemudian, jika berkaitan dengan tanah masyarakat dan sudah pernah digarap dengan historis seperti kuburan, tanaman keras, diminta dikembalikan ke masyarakat.

"Masyarakat meminta diukur ulang, mana yang hak masyarakat, dan yang mana yang perlu dikembalikan ke tanah ulayat," ujarnya.

Kemudian, masyarakat meminta HGU yang tak sesuai aturan dikaji ulang. Sebagai contoh, ada izin HGU yang disebut sudah adanya izin dan kesepakatan dari masyarakat, padahal kenyataannya belum.

"Masyarakat meminta apabila ada perpanjangan HGU, dan HGU-nya berlaku pada tahun sesudah adanya aturan baru yaitu memberikan 20 persen pola KPPA, itu harus dilaksanan oleh perusahaan," cakapnya.

Selanjutnya, masyarakat meminta terkait perusahaan yang membuat 'parit gajah' yang menyulitkan masyarakat untuk akses ke jalan perusahaan. Karena masih ada aktivitas masyarakat di dalamnya.

Posting Komentar

0 Komentar