|
Harianwarta1.com - Direktorat Jenderal Kependudukan dan
Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan
Arif fakrulloh mengingatkan masyarakat tentang bahaya selfie dengan kartu tanda
penduduk (KTP) karena rentan disalahgunakan.
Baru-baru ini muncul fenomena orang melakukan foto selfie dengan
dokumen kependudukan seperti KTP-el, lalu menjualnya sebagai non-fungible token
NFT di marketplace OpenSea.
NFT dan platform OpenSea menjadi ramai diperbincangkan sejak
Ghozali (22), seorang mahasiswa asal Semarang berhasil meraup uang miliaran
berkat menjual foto selfienya dalam bentuk NFT di platform tersebut.
Hal ini kemungkinan menjadi pemicu ramainya pengguna baru yang
beraktivitas di marketplace OpenSea, bahkan memunculkan fenomena jualan foto
selfie bersama KTP.
Selfie dengan KTP elektronik sebetulnya biasa digunakan sebagai
salah satu syarat verifikasi dan validasi (verivali) pada sejumlah aplikasi
atau layanan berbasis online. Namun sejumlah pihak malah menggunakan foto
tersebut untuk dijual.
Zudan menjelaskan bahwa menjual dokumen kependudukan seperti itu
sangat rentan mengalami tindakan kejahatan oleh pihak-pihak tak bertanggung
jawab.
"Menjual foto dokumen kependudukan dan melakukan foto
selfie dengan dokumen KTP-el di sampingnya untuk verivali tersebut sangat
rentan adanya tindakan fraud/penipuan/kejahatan oleh 'pemulung data' atau
pihak-pihak tidak bertanggung jawab karena data kependudukan dapat dijual
kembali di pasar underground atau digunakan dalam transaksi ekonomi online
seperti pinjaman online," kata Dirjen Zudan dalam pernyataan resmi, Minggu
(16/1).
Kemudian Zudan juga mengatakan bahwa ketidakpahaman penduduk
terhadap pentingnya melindungi data pribadi menjadi isu penting yang harus
disikapi bersama-sama oleh semua pihak.
"Oleh karena itu, edukasi kepada seluruh masyarakat oleh
kita semua untuk tidak mudah menampilkan data diri dan pribadi di media online
apapun sangat perlu dilakukan," ujarnya.
Salah satu hal yang harus dilakukan masyarakat untuk melindungi
data dirinya adalah dengan lebih selektif dalam memberikan identitas kepada
sebuah platform atau aplikasi, terutama yang melibatkan keuangan.
Lebih lanjut, Zudan menjelaskan bahwa menjual atau
mendistribusikan dokumen kependudukan (termasuk milik diri sendiri) di media
online tanpa hak adalah tindakan melanggar hukum.
Atas pelanggaran tersebut pelakunya diancam pidana penjara
paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu
miliar rupiah).
"Hal ini diamanatkan dalam Pasal 96 dan Pasal 96A
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan," pungkas Zudan.
0 Komentar